Sabtu, Mei 06, 2017

Perbedaan Batik Pedalaman Dengan Batik Pesisir

Hasil gambar untuk batik pesisir

Batik Pedalaman (Klasik)
Batik pedalaman adalah pengategorian batikyang berkembang di masa lalu. Dahulu pembatik hanya ditemui di daerah-daerah pedalaman. Selain itu juga tidak sembarang orang bisa melakukan proses pembatikan sehingga jarang dijumpai di lingkungan masyarakat luas.

Pada masa kejayaan kerajaan di Indonesia seperti Majapahit, batik hanya ditemui di kalangan raja-raja dan petinggi kraton yang boleh mengenakan kain batik. Maka, pembatik hanya dapat dijumpai di wilayah kraton. Batik kraton adalah batik yang tumbuh dan berkembang di atas dasar-dasar fisafat kebudayaan jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual dan terdapat
harmonisasi antara alam semesta yang tertib, serasi dan seimbang

Para pembatik kraton membuat batik dengan cara yang tidak biasa, yaitu menggunakan banyak proses dan ritual pembatikan. Para pembatik kraton ibarat ibadah, suatu senitinggi yang patuh pada aturan serta arahan arsitokrat Jawa. Istilah-istilah batik pun mulai dikenal sejak zaman ini dan hampir semuanya menggunakan istilah dalam bahasa Jawa. Ragam hias diciptakan bernuansa kontemplatif, tertib, simetris, bertata warna terbatas, seperti hitam, biru tua (wedelan), dan cokelat (soga).

Ragam hias ini memiliki makna simbolik yang beragam. Maka batik dikenal masyarakat sebagai kebudayaan nenek moyang dari daerah Jawa. Oleh sebab itu, batik pedalaman sering disebut juga sebagai batik klasik, hal ini sesuai dengan beberapa alasan di atas. Namun, karena perkembangan masyarakat, batik dapat keluar dari kalangan kraton dan menyebar ke seluruh pelosok tanah air Indonesia karena sejalan dengan adanya integrasi budaya.


Batik Pesisir
Batik pesisir adalah batik yang berkembang di masyarakat yang tinggal di luar benteng kraton. Sebagai akibat dari pengaruh budaya daerah di luar Pulau Jawa juga adanya pengaruh budaya asing seperti Cina dan India sertaagama Hindu dan Buddha. Hal ini menyebabkan batik tumbuh dengan berbagai corak yang beraneka ragam. Para pembatik daerah pesisir merupakan rakyat jelata yang membatik sebagai pekerjaan sambilan (pengisi waktu luang) yang

sangat bebas aturan, tanpa patokan teknis dan religio-magis. Oleh sebab itu ragam hias yang diciptakan cenderung bebas, spontan, dan kasar dibandingkan dengan batik kraton. Para pembatik pesisir lebih menyukai caracara yang dapat mengeksplorasi batik seluasluasnya. Akibatnya, banyak ditemui warnawarna yang tidak pernah dijumpai pada batik pedalaman/klasik. Warna-warna yang digunakan mengikuti selera masyarakat luas yang bersifat dinamis, seperti merah, biru, hijau, kuning, bahkan ada pula yang oranye, ungu, dan warnawarna muda lainnya.
 Ragam hias pada karya batik Indonesia sangat banyak. Tentunya setiap motif memiliki makna sesuai dengan budaya setiap daerah. Di bawah ini ditampilkan beberapa motif dengan makna simboliknya.

Perbedaan Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Printing

Hasil gambar untuk batik

– Batik Tulis : antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya agak berbeda walaupun bentuknya sama. Bentuk isen-isen relatif rapat, rapih, dan tidak kaku.
– Batik Cap : antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya pasti sama, namun bentuk isen-isen tidak rapi, agak renggang dan agak kaku. Apabila isen-isen agak rapat maka akan terjadi mbeleber (goresan yang satu dan yang lainnya menyatu, sehingga kelihatan kasar).
– Batik Printing : ornamen bisa sama, bisa tidak, karena tergantung desain batik yang akan ditiru, karena batik printing biasanya meniru batik yang sudah ada, namun yang perlu diketahui tentang warna. Warna batik printing kebanyakan tidak tembus karena proses pewarnaannya satu muka saja.
Perbedaan Proses Pembuatan Jenis Batik Berdasarkan Cara membuat
1. Batik tulis
semua proses dikerjakan secara manual, satu per satu, dengan canting, lilin malam, kain, dan pewarna.
2. Batik cap
digunakan alat cap atau stempel yang telah terpola batik. Stempel tersebut diceupkan ke dalam lilin panas, kemudian ditekan atau dicapkan pada kain. Proses ini memakan waktu yang lebih cepat disbanding pada proses batik tulis, karena pada batik tulis pola tersebut harus dilukis titik demi titik dengan canting, sedangkan pada batik cap dengan sekali tekan anda dapat menyelesaikannya.
3. Batik printing atau sablon
pada proses batik ini, pola telah diprint di atas alat sablon, sehingga pembatikan dan pewarnaan bias dilakukan secara langsung. Jadi, proses batik dapat diselesaikan tanpa menggunakan lilin malam serta canting. Dengan demikian, proses hanya akan dan tentu saja memerlukan waktu yang lebih cepat disbanding pada proses batik tulis dan batik cap.


Sejarah Batik Yogyakarta

images (6)
Seni Batik Tradisional dikenal sejak beberapa abad yang lalu di tanah Jawa. Bila kita menelusuri perjalan perkembangan batik di tanah Jawa tidak akan lepas dari perkembangan seni batik di Jawa Tengah. Batik Jogja merupakan bagian dari perkembangan sejarah batik di Jawa Tengah yang telah mengalami perpaduan beberapa corak dari daerah lain.
Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua, dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya.
Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelarNgersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I , yang kemudian kratonnya dinamakanNgayogyakarta Hadiningrat.
Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.
Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam. Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered atau pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain berlatar hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng , garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua non-geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain : Sawat Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) , Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas , Lidah api melambangkan nyala atau geni.
Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan yang bertahta berhak membuat peraturan baru atau larangan-larangan.
Terakhir, Sri Paduka Sultan HB VIII membuat peraturan baru ( revisi ) berjudulPranatan dalem bab namanipun peangangge keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud pangangge keprabon ( busana keprabon ) adalah : kuluk ( wangkidan ), dodot / kampuh serta bebet prajuritan, bebet nyamping ( kain panjang ) , celana sarta glisire ( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya ), payung atau songsong.
Motif batik larangan : Parang rusak ( parang rusak barong , parang rusak gendreh <>
Semua putra dalem diperbolehkan mengenakan kain-kain tersebut di atas. Busana batik untuk Permaisuri diperbolehkan sama dengan raja. Garwa ampeyan dalem diizinkan memakai parang rusak gendreh kebawah. Garwa Padmi KG Pangeran Adipati sama dengan suaminya. Garwa Ampeyan KG Pangeran Adipati diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Demikian pula putra KG Pangeran Adipati. Istri para Pangeran Putra dan Pangeran Putra Raja yang terdahulu ( Pangeran Putra Sentananing Panjenengan dalem Nata ) sama dengan suaminya . Garwa Ampeyan para Pangeran diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Wayah dalem ( cucu Raja ) mengenakan parang rusak gendreh ke bawah. Pun Buyut dalem ( cicit Raja) dan Canggah dalem ( Putranya buyut ). Warengipun Panjenengan dalem Nata ( putra dan putri ) kebawah diperbolehkan mengenakan kain batik parang – parangan harus seling , tidak diperbolehkan byur atau polos.
Pepatih dalem ( Patih Raja ) diperkenankan memakai parang rusak barong kebawah. Abdidalem : Pengulu Hakim , Wedana Ageng Prajurit , Bupati Nayaka Jawi lan lebet diperkenankan mengenakan parang rusak gendreh kebawah. Bupati Patih Kadipaten dan Bupati Polisi sama dengan abdidalem tersebut diatas. Penghulu Landrad , Wedana Keparak para Gusti ( Nyai Riya ), Bupati Anom , Riya Bupati Anom , parang rusak gendreh kebawah.
Abdidalem yang pangkatnya dibawah abdi dalem Riya Bupati Anom dan yang bukan pangkat bupati Anom, yakni yang berpangkat Penewu Tua
Motif Batik Yogyakarta & Filosofinya
Berkembangnya batik sebagai sebuah trend fashion di berbagai kalangan, baik itu tua muda, hingga beragam profesi & latar belakang ekonomi, semakin meluweskan munculnya motif batik modern. Salah satu yang sering mendapat sorotan adalah motif batik dari kota Yogyakarta atau Jogjakarta. Batik Jogja atau Batik Yogya pada dasarnya merupakan batik yang memiliki corak batik dengan dasar putih. Berikut TOP 5 gambar motif batik klasik khas Yogyakarta yang sering menjadi pakem atau inspirator lahirnya batik-batik kontemporer atau batik modern.
1. MOTIF BATIK KAWUNG [MOTIF BATIK Tulis]
Zat Pewarna: Naphtol
Digunakan : Sebagai Kain Panjang
Unsur Motif : Geometris
Makna Filosofi : Biasa dipakai raja dan keluarganya sebagai lambang keperkasaan dan keadilan

2. MOTIF BATIK PARANG KUSUMO {Motif Batik Tulis}
Zat Pewarna: Naphtol
Digunakan : Sebagai kain saat tukar cincin
Unsur Motif : Parang, Mlinjon
Ciri Khas : Kerokan
Makna Filosofi : Kusumo artinya bunga yang mekar, diharapkan pemakainya terlihat indah

3. MOTIF BATIK TRUNTUM [MOTIF BATIK Tulis]
Zat Pewarna: Soga Alam
Digunakan : Dipakai saat pernikahan
Ciri Khas : Kerokan
Makna Filosofi : Truntum artinya menuntun, diharapkan orang tua bisa menuntun calon pengantin.

4. MOTIF BATIK TAMBAL [MOTIF BATIK Tulis]
Zat Pewarna: Soga Alam
Digunakan : Sebagai Kain Panjang
Unsur Motif : Ceplok, Parang, Meru dll
Ciri Khas : Kerokan
Makna Filosofi : Ada kepercayaan bila orang sakit menggunakan kain ini sebagai selimut, sakitnya cepat sembuh, karena tambal artinya menambah semangat baru

5. MOTIF BATIK PAMILUTO
Zat Warna : Soga Alam
Kegunaan : Sebagai kain panjang saat pertunangan
Unsur Motif : Parang, Ceplok, Truntum dan lainnya
Filosofi : Pamiluto berasal dari kata “pulut”, berarti perekat, dalam bahasa Jawa bisa artinya kepilut [tertarik].
Tentu saja tidak hanya 5 macam motif batik diatas yang masih populer hingga sekarang, karena masih ada motif sidomukti, cuwiri, ceplok kesatrian, dll, yang akan selalu menjadi ide-ide berkembangnya batik-batik kontemporer.
Source: heritageofjava.com
Cara Membuat Batik
Berikut ini adalah alat dan bahan yang harus disiapkan untuk membuat batik tulis :
Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)
Canting sebagai alat pembentuk motif,
Gawangan (tempat untuk m enyampirkan kain)
Lilin (malam) yang dicairkan
Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
Larutan pewarna
Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembutan batik tulis ini:
Langkah pertama adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil.
Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.
Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
Tahap berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu .
Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin malam menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada pewarnaan yang pertama.
Kemudian, dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua.
Proses berikutnya, menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara meletakkan kain tersebut dengan air panas diatas tungku.
Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan kedua.
Proses membuka dan menutup lilin malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.
Proses selanjutnya adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan.
Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.

Sejarah Batik Solo

Hasil gambar untuk batik solo dan penjelasannya

Solo merupakan sebuah kota ramai yang berada di wilayah provinsi Jawa Tengah. Sebagai kota yang masih masuk dalam Karesidenan Surakarta, Solo masih sangat lekat dengan budaya Jawa. “The Spirit of Java” merupakan slogan yang dimiliki kota ini yang menunjukkan sebuah tekad mengakar untuk melestarikan budaya Jawa.
Selain dikenal dengan kekentalan adat Jawa, Solo juga dikenal sebagai ikon batik. Motif batik solo yang dihasilkan pun beragam dan akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya dari artikel ini. Bahkan batik Solo kini lebih populer melalui lini produsen batik keris yang sudah merambah pangsa pasar luar negeri. Tidak mengherankan jika batik Solo menjadi salah satu tujuan yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan ketika berkunjung ke kota Surakarta hadiningrat. Untuk wisata batik solo anda dapat melakukannya di kampung batik Laweyan, juga kawasan kampong batik Kauman. Kampung Laweyan merupakan sentra atau pusat kegiatan batik bermula, kegiatan membatik sudah menjadi budaya sehari-hari bagi masyarakatnya, dan biasanya diturunkan dari leluhurnya.
Batik dengan segala bentuknya merupakan identitas bangsa kita, Indonesia. Pada era keraton tempo dulu, kegiatan membatik merupakan mata pencaharian bagi para wanita Jawa, bahkan kegiatan membatik dilingkungan keraton surakarta sangat dikenal sebagai suatu pekerjaan yang eksklusif. Batik Solo memiliki ciri khas, baik dalam proses cap maupun tulisnya. Pewarna yang digunakan untuk membatik menggunakan bahan alam, yaitu soga. motif batik solo sidomukti dan motif batik solo sidoluruh merupakan contoh pola batik tulis Solo yang terkenal.
Motif batik memiliki makna tersendiri, lain motif lain makna. Motif  batik Solo yang diciptakan beraneka ragam, dengan harapan dapat membawa kebaikan bagi pemakainya. Motif batik solo yang dikenal antara lain yaitu, motif batik solo jenis parang, motif batik solo jenis barong, motif batik solo jenis kawung dan motif batik solo jenis sawat.
Motif batik ini dianggap sakral dan hanya dipakai oleh raja dan keluarganya.


Desain Batik Pekalongan

Hasil gambar untuk batik pekalongan dan penjelasannya

Corak batik pekalongan berbeda dengan corak batik daerah lain, tekstur warna batik pekalongan berbeda dengan kota Solo walaupun sama sama baik, tetapi banyak orang yang memilih di sesuaikan dengan waktu yang mau memakainya di sesuaikan dengan situasi yang tepat, serta melihat acara yang akan di selenggarakan oleh orang yang mengundangkita, baik batik tulis maupun cap semuanya punya kelebihan serta kekurangan sendiri.


Bahan Kain Batik Pekalongan

Banyak jenis bahan kain yang digunakan dalam pembuatan batik pekalongan seperti sutra, sunwash, serta yang paling populer tentunya bahan katun. Ada dua bahan kain katun yang sering digunakan oleh perajin batik pekalongan, yang pertama adalah kain katun primisima dengan kualitas terbaik serta kualitas eksport, bahan yang kedua adalah katun prima, sama halnya dengan katun primisima kain katun prima juga mudah menyerap keringat tidak panas saat di pakai, katun prima inilah yang sering dipakai oleh perajin batik pekalongan, meskipun kualitas katun prima dibawah katun primisima dalam kehulasannya tetapi dengan harga yang relatif lebih murah katun prima menjadi pilihan para perajin untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Batik asli Pekalongan terkenal dengan istilah batik pesisir kaya akan warna. Sehingga batik pesisir terkenal dengan ragam hiasnya yang bersifat naturalis. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, beberapa diantaranya mempunyai kesamaan dengan motif batik Yogya atau Solo, di dalam batik pekalongan kita akan sering menjumpai dimana motifnya dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif.

Bahkan tidak sedikit kita jumpai pada sehelai kain batik Pekalongan dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan Belanda dan Cina. Motif yang paling populer  dan terkenal dari pekalongan adalah motif batik Jlamprang. Berikut ini adalah contoh motif dari Jlamprang.

Motif Jlamprang Batik Pekalongan


Batik Pekalongan hingga kini telah banyak dipasarkan di Indonesia yaitu hingga ke daerah luar jawa, diantaranya adalah  Sumatera selatan, Sumatera Barat, Minahasa, Makasar,  hingga Jambi. Biasanya para pedagang batik di daerah ini memesan motif yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing.

Nah Berikut ini kami akan memberikan  contoh motif Gambar batik Pekalongan.

Batik Pekalongan dan Keterangannya
Batik Pekalongan
Batik Pekalongan
Batik asli Pekalongan konon memiliki nilai historis yang berkaitan dengan pergolakan di zaman kolonial Belanda. Ketika Panembahan Senopati mengumumkan perang terbuka melawan Belanda perpecahan terjadi di lingkungan keraton Yogyakarta. Keluarga keraton sempat terpecah belah.
Para bangsawan meninggalkan keraton bersama para pengikutnya dan menetap di berbagai daerah termasuk Pekalongan. Di daerah-daerah baru tersebut kerajinan batik tetap dikembangkan keluarga keraton disertai modifikasi yang terinspirasi kondisi daerah di tempat tinggal baru tersebut.
Motif Batik dan Corak Batik Pekalongan
Corak Batik Pekalongan hampir sama dengan batik Yogyakarta, bedanya lebih atraktif dan berwarna cerah. Ciri-ciri motif batik asli pekalongan adalah:
a. Ornament Khas Pekalongan
Batik Tulis Pekalongan Motif Burung Garuda
Batik Tulis Pekalongan Motif Burung Garuda [Muslimodis.net]

Motif batik asli Pekalongan memiliki ornament berbentuk tumbuhan dan burung garuda namun tidak ada cecek sawut atau cecek gori. Pengisian motif berupa cecek garis-garis atau cecek pitu. Detail cecek batik ala Pekalongan ini sangat menonjol sehingga garis pembentuk ornament motif terbentuk dari cecek-cecek pula. Salah satu merk batik halusan asli Pekalongan yang terkenal dengan permainan cecek adalah Oei Tjow Soen.
b. Motif Batik Jlamprang
Batik Jlamprang
Batik Jlamprang

Salah satu nama motif batik Pekalongan adalah Jlamprang yaitu motif batik berbentuk geometris. Motif ini dipengaruhi syiar agama Islam yang menghindari ornament berbentuk makhluk hidup. Namun adapula ahli sejarah yang berpendapat bahwa motif Jlamprang dipengaruhi kebudayaan Hindu Syiwa.
c. Motif Batik Liong
Motif Batik Liong Pekalongan
Motif Batik Liong Pekalongan

Motif Baju Batik Pekalongan sangat mirip burung Phoenix yaitu burung yang bulu sayap, kepala dan ekornya bergelombang serta ornament Liong yaitu naga berkaki sebagai pengaruh dari kebudayaan Cina
d. Motif dengan Warna Cerah
Warna Cerah Batik Tulis Pekalongan
Warna Cerah Batik Tulis Pekalongan

Warna-warna kain batiknya cenderung cerah seperti merah, kuning cerah, biru muda, violet dan oranye terutama batik yang diproduksi di daerah pesisir Pekalongan
Perkembangan industri di pusat batik Pekalongan cukup pesat. Daya tarik batik asli Pekalongan adalah bisa ditemukan dalam motif klasik yang mirip dengan motif batik klasik Solo dan Yogyakarta. Sehingga memenuhi selera pemburu batik motif asli dan halusan.
Motifnya mengikuti trend. Pengrajin batik di Pekalongan tidak ragu berinovasi sehingga tercipta motif-motif baru. Dalam sejarahnya tokoh tekstil Eropa Van Zuylen bahkan sempat menerjuni kerajinan batik di Pekalongan dan memperkenalkan motif berbentuk tumbuhan yang dibentuk secara realistis.
Selain faktor tersebut Batik Pekalongan juga dipengaruhi berbagai kebudayaan baik itu budaya asli, Cina, Arab dan Eropa sehingga dapat diterima di pangsa pasar berbagai negara.


Sejarah Batik Pekalongan

Hasil gambar untuk batik pekalongan dan penjelasannya

Sejarah Batik Pekalongan diawalai dari batik yang dibuat oleh masyarakat Pekalongan yang kebanyakan tinggal di pesisir utara pulau Jawa. berbagai corak batik khas berhasil dihasilkan oleh orang Pekalongan hingga saat ini. Kini desain baju batik pekalongan yang hadir lebih di tekankan pada desain corak dan bahan yang semakin bagus dari tahun ke tahun, ditambah lagi dengan warna yang serasi maupun desain yang elegan menambah anggun serta adiluhungnya budaya busana tanah air. batik pekalongan dan penjelasannya serta informasi terkait kami sampaikan dibawah ini.

Sejarah batik Pekalongan

Sejarah Batik Pekalongan tidak tercatat secara resmi kapan mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut informasi yang tercatat di Disperindag, pola batik itu ada yang dibuat 1802, seperti pola pohon kecil berupa bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur serta Barat. Kemudian di daerah – daerah baru tersebut para keluarga serta pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo serta Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya serta Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon serta Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota serta daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
  
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Tiongkok, Belanda, Arab, Asia, Melayu serta Jepang pada zaman lampau mampu mewarnai dinamika pada desain dan pola serta tata warna seni batik di Pekalongan.

Oleh karena itu beberapa jenis pola batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik peklaongan. Desain itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri Asia serta Arab. Lalu batik Encim serta Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Tiongkok. Batik Belanda, batik Pagi Uncomfortable, serta batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.

Perkembangan budaya teknik cetak batik tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.

Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan serta Kabupaten Pekalongan. untuk kabupaten pekalongan ada batik pekajangan dengan simbol koperasi batiknya

Pasang surut perkembangan batik di pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman serta selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi denyut nadi kehidupan sehari-hari warga Pekalongan serta merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim serta keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan serta kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.

Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah serta sehalus batik Pekalongan.

Jenis-jenis Batik

Berdasarkan teknik pembuatannya, batik dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis sebagai berikut :


·         Batik Tulis
Batik tulis dilakukan sepenuhnya oleh keterampilan seorang pembatik, proses pembuatannya diawali dari pembuatan pola atau motif, mengisi pola, hingga pewarnaan. 
Batik Tulis
·         Pembuatan batik memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. Batik tulis memiliki ciri-ciri yaitu :

  • ·         Warna batik terlihat sama terang pada kedua sisi, karena proses pengerjaan dilakukan di kedua sisi kain.
  • ·         Batik memiliki aroma khas yang terbentuk dari hasil penggunaan malam (lilin) dan proses pewarnaan.



·         Batik Cap
Batik cap dibuat dengan menggunakan bantuan motif batik yang dibuat dalam bentuk stempel atau cap tembaga. Proses pengerjaan batik cap ini adalah cap tembaga diberi malam panas, kemudian distempelkan di atas kain polos, selanjutnya dilakukan secara terus menerus hingga membentuk motif atau pola yang teratur.
Batik Cap
·         Pembuatan batik memakan waktu kurang lebih 2-3 hari. Batik cap memiliki ciri-ciri yaitu :

  • ·         Warna batik terlihat terang pada satu sisi, hanya pada bagian dalam nyaris sama dan cenderung lebih buram.
  • ·         Pola atau motif batik senantiasa simetris dan teratur.



·         Batik Sablon atau Printing
Batik printing dibuat dengan menggunakan motif pabrikan atau motif sablon, yaitu motif batik yang telah dicetak secara otomatis. 
Batik Printing atau Sablon
·         Batik printing atau sablon ini dibuat tanpa menggunakan metode dasar batik, karena dalam pengerjaannya tidak lagi menggunakan proses pencegahan serap warna pada malam. Batik printing memiliki ciri-ciri yaitu :

  • ·         Pola atau motif tampak rapi dan simetris baik letak maupun ukurannya.
  • ·         Warna batik hanya tampak nyata pada satu sisi kain saja, hal ini dikarenakan proses pewarnaan saat pencekatan dengan mesin hanya terjadi di satu sisi kain.



·         Batik Sablon Malam
Batik sablon malam dibuat dengan cara menyablonkan malam atau lilin secara langsung seperti pada pembuatan batik printing. Batik sablon malam dibuat dengan perpaduan kombinasi batik sablon dengan batik cap. 
Batik Sablon Malam
·         Pembuatan batik sablon ini pun tidak melewati tatanan pembuatan batik sebagaimana pembuatan batik tradisional, walaupun dalam pembuatannya masih menggunakan bahan malam atau lilin.
Batik sablon malam memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

·         Pola atau motif tidak berulang
  • ·         Desain lebih detail
  • ·         Warna pada kain sama di kedua sisi
  • ·         Warna lebih tahan lama dan mengkilap



Periode Perkembangan Batik

Hasil gambar untuk batik adalah

Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam (lilin) merupakan bentuk seni kuno dari zaman dahulu kala. Penemuan seni pewarnaan kain tersebut diawali pada abad ke-4 SM, yaitu dengan ditemukannya kain pembungkus mumi yang dilapisi dengan malam (lilin). Seni “batik” juga berawal dari Tiongkok pada Dinasti Tang (618-907), di India dan di Jepang (645-795). Seni “batik” juga ditemukan di Afrika oleh SukuYoruba (Nigeria), Suku Soninke dan Suku Wolof (Senegal).

Berdasarkan catatan-catatan sejarah, batik di Indonesia mulai berkembang semenjak zaman Kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di Jawa pada awal abad ke-19. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik itu sendiri tidaklah tercatat secara akurat, dan kemungkinan kain yang ada teknik batiknya itu diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Catatan-catatan perkembangan batik dari mana berawal dan berkembang memang terdapat beberapa perbedaan, diantaranya terdapat dalam legenda literatur Melayu dan literatur Eropa.

Sejarah mencatat bahwa batik di Indonesia, saat itu dibuat dan hanya digunakan oleh keluarga kerajaan yang kemudian pengikutnya ini keluar keraton dan berkembanglah batik di masyarakat. Adanya interaksi antara pengikut kerajaan dengan masyarakat awam inilah lama-kelamaan kesenian membatik ditiru oleh masyarakat dan menjadi mata pencaharian bagi kaum perempuan untuk mengisi waktu senggang. Motif dan keindahan yang diberikan oleh batik itulah, yang kemudian menjadi busana atau pakaian sehari-hari masyarakat.


  • ·         Periode Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan maritim di Nusantara --sebutan Indonesia-- yang berada di daerah Mojokerto dan Tulungagung. Perkembangan batik berawal dari daerah tersebut. Pada saat kerajaan Majapahit memperluas wilayah kekuasaanya, batik pun ikut berkembang dan menyebar. Tatkala menaklukan Tulungagung, tentara-tentara Majapahit keluar dari keraton, menetap dan tinggal di Tulungagung dengan membawa kesenian membuat batik. Batik-batik yang dihasilkan dari daerah tersebut memiliki warna dasar putih dan corak cokelat muda dan biru tua. Warna-warna tersebut didapatkan dari pewarna alami yang berasal dari tanaman soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi, dan lain sebagainya.
  • ·         Periode Kerajaan Islam
Pada saat Islam mulai berkembang di daerah Ponorogo Jawa Timur, batik juga ikut berkembang. Perkembangan batik dimulai dari istri Kyai Hasan Basri atau Kyai Agung Tegalsari yang merupakan menantu Raja Keraton Surakarta yang kemudian dikembangkan di pesantrennya di daerah Ponorogo. Daerah batik yang berkembang hingga saat ini di daerah tersebut antara lain daerah Kauman atau Kepatihan Wetan, dan meluas ke daerah Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono, dan Ngunut. Motif batik yang berasal dari Ponorogo ini banyak dipengaruhi oleh motif Surakarta dan Yogyakarta. Dalam pembatikan, obat-obatan yang dipakai dibuat dari kayu-kayuan yang berasal dari tanaman pohon tom, mengkudu, kayu tinggi, sedangkan bahan kain putihnya terbuat dari tenunan gendong.
  • ·         Periode Batik Jawa (Solo dan Jogjakarta)
Perkembangan batik di daerah Solo dan Jogjakarta dikenal pada abad ke-17, semenjak Kerajaan Mataram. Batik di Solo dan Jogjakarta berawal pada masa Panembahan Senopati, yakni Kerajaan Mataram I yang berkembang di daerah Plered. Kali pertama, batik digunakan oleh keluarga kerajaan pada upacara-upacara resmi kerajaan. Masa-masa Kerajaan Mataram adalah masa-masa penjajahan Belanda, sehingga pada masa ini banyak terjadi peperangan. Akibat dari peperangan tersebut, keluarga-keluarga kerajaan banyak yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah baru, seperti Banyumas, Pekalongan, Cirebon, Tegal, Ponorogo, Tulungagung, Gresik, Madura dan daerah-daerah lainnya. Keluarga-keluarga kerajaan inilah yang kemudian mengembangkan dan menyempurnakan pembatikan di daerahnya yang baru.
  • ·         Periode Perkembangan Batik di Wilayah Lain
Perkembangan batik di wilayah-wilayah lain seperti di Banyumas, Pekalongan, Cirebon, Tegal, Ponorogo, Tulungagung, Gresik, Surabaya, Madura, dan wilayah yang lain di bawa oleh keluarga dan pengikut Kerajaan Mataram pada tahun 1830, usai peperangan Pangeran Diponegoro. Keluarga dan pengikut Kerajaan Mataram ini kemudian berhasil mengembangkan kerajinan membatik di daerahnya. Motif dan coraknya pun berbeda walaupun berasal dari corak batikan Solo dan Jogjakarta. Berikut ini adalah beberapa perkembangan batik yang terkenal hingga sekarang yang berhasil dikembangkan oleh keluarga, pengikut maupun masyarakat di wilayahnya yang baru.


·         Perkembangan Batik di Wilayah Banyumas
Perkembangan batik di wilayah ini menggunakan bahan mori yang dibuat sendiri, sedangkan obat pewarnanya berasal dari tanaman pohon tom, pace dan mengkudu yang memberi warna merah kesemuan kuning. Di daerah ini batikannya memiliki motif dan warna yang khusus, sehingga batik dari daerah ini dikenal dengan sebutan batik Banyumas.
·         Perkembangan Batik di Wilayah Pekalongan
Perkembangan batik di wilayah ini tumbuh pesat di daerah Buawaran, Pekajangan, dan Wonopringgo. Batikan dari Pekalongan ini memiliki proses dan desain yang dipengaruhi oleh batik dari Demak.
·         Perkembangan Batik di Wilayah Cirebon
Adanya percampuran masyarakat Cirebon dengan pengungsi keluarga dan pengikut Kerajaan Mataram dari Solo dan Jogjakarta, menjadikan batik di daerah ini berkembang dan meluas ke Kerajaan Kanoman, Kasepuhan, dan Keprabonan. Batik di daerah ini memiliki motif laut, hutan, dan margasatwa. Motif laut lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Cina, sedangkan gambar garuda dipengaruhi oleh motif batik Solo dan Jogjakarta.


Definisi Batik

Hasil gambar untuk batik adalah

Batik, dari sisi etimologi --cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata--, batik merupakan gabungan dari dua kata bahasa Jawa, yaitu “amba” yang berarti menulis, dan “titik” yang berarti titik (tanda kata, disimbolkan . ). Kata batik merujuk pada dua hal, yaitu :

  • ·         Teknik pembuatan corak
  • ·         Pewarnaan kain dengan malam (lilin)


Berdasarkan literatur tekstil Internasional, rujukan dua hal tersebut memberikan definisi batik sebagai wax-resist dyeing, yaitu bagian kain tertentu yang ditutupi malam/lilin, sehingga zat pewarna tidak akan terserap pada bagian kain pada saat pewarnaan. 

Adanya keragaman corak atau motif yang berasal dari daerah-daerah tertentu di Indonesia, batik telah didefinisikan dengan berbagai ungkapan yang berbeda-beda walaupun memiliki tujuan yang sama. Berikut ini adalah beberapa pendapat yang mengungkapkan definisi-definisi batik yang ada :

K. Kuswadji, seorang pelopor seni modern lukisan batik
Batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu “mbatik”, yang terdiri dari dua kata yaitu “mbat” yang dapat diartikan dengan melontarkan atau melemparkan dan “tik” yang diartikan dengan titik. Kata “mbatik” dapat diartikan melemparkan titik berkali-kali pada selembar kain.

Soedjoko (Babad Sengkala, 1633 dan Pandji Djaja Lengkara, 1770)
Batik berasal dari bahasa Sunda, yang berarti menyungging pada kain dengan proses pencelupan.

Yudoseputro
Batik adalah gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik.

Mengenai Batik

Hasil gambar untuk sejarah batik

Batik merupakan warisan budaya nusantara (Indonesia) yang mempunyai nilai dan perpaduan seni yang tinggi, sarat dengan makna filosofis dan simbol penuh makna yang memperlihatkan cara berpikir masyarakat pembuatnya. Batik adalah kerajinan yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak dahulu. Keterampilan membatik digunakan sebagai mata pencaharian dan pekerjaan ekslusif bagi perempuan-perempuan Jawa hingga sampai ditemukannya batik cap yang memungkinkan masuknya laki-laki dalam pekerjaan membatik ini.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi turun temurun, sehingga motif batikannya pun dapat dikenali dan menjadi corak atau motif dari keluarga atau daerah tertentu. Motif batikan juga dapat menunjukkan status sosial di masyarakat, karena berdasarkan periode perkembangannya, batik Indonesia bekembang pada zaman Kerajaan Majapahit, yang notabene hanya dipakai oleh keluarga kerajaan.

Perkembangan batik di Indonesia memuncak pada tanggal 2 Oktober 2009, yakni UNESCO --United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization-- menetapkan Batik Indonesia sebagai sebuah keseluruhan teknik, teknologi, pengembangan motif dan budaya yang terkait dengan batik tersebut sebagai karya agung warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi (Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity) yaitu pengakuan internasional bahwa batik Indonesia adalah bagian kekayaan peradaban manusia.
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

About